Rabu, 31 Oktober 2012

SIX MODEL INTEGRATED (SEMI) SEBAGAI SOLUSI INTERAKTIF PENGARUH MEDIA MASSA TERHADAP KEPRIBADIAN REMAJA INDONESIA




Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. Masa remaja merupakan periode pencarian identitas diri, sehingga remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan. Kita telah mengetahui bahwa pada peristiwa pengeboman Hotel Marriot dan Ritz Carlton, Juli 2009, pelakunya adalah remaja lulusan SMA yang mau melakukan aksi tersebut karena telah didoktrin jalan tersebut adalah jihad. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa usia remaja merupakan masa yang paling labil dalam melakukan semua hal baru.
Perkembangan teknologi telah memberi kemudahan dalam mengakses semua data yang bisa menjadi anugerah maupun bencana dalam kehidupan tergantung bagaimana pemanfaatannya. Seorang pakar dan guru besar tentang komunikasi massa berkebangsaan Belanda, Denis McQuail, dalam salah satu bukunya menulis tentang pengaruh media dan ciri-ciri utama komunikasi masa. Media menjangkau lebih banyak orang dibandingkan dengan institusi-institusi lainnya. Bahkan media massa sudah sejak dahulu telah “mengambil alih” peranan sekolah, orang tua, agama dan lain-lain.
Disisi lain, globalisasi telah menyebabkan berbagai budaya daerah semakin memudar dan terpinggirkan oleh budaya-budaya barat yang masuk ke Indonesia. Hal ini dikarenakan, budaya barat dapat merusak budaya Indonesia dan mengakibatkan pembentukan kepribadian yang kurang baik akibat dari pergeseran nilai-nilai kebudayaan yang ada. Padahal budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat sehingga sangat penting bagi kita untuk terus mempertahankan kebudayaan timur yang sopan dan lemah lembut serta beradab.
Budaya populer lebih sering disebut budaya pop adalah apapun yang terjadi di sekeliling kita setiap harinya. Namun sejalan dengan perkembangn media massa yang begitu pesat dan tidak terbatas budaya populer lebih di identikkan dengan budaya yang mempunyai nilai negatif karena telah membawa nilai negatif bagi kehidupan remaja.
Melihat fenomena diatas sangat disayangkan apabila perkembangan media massa yang seharusnya memudahakan akan tetapi disalahgunakan oleh anak muda. Padahal anak muda merupakan asset suatu bangsa terhadap perkembangan bangsa kedepan. Budaya Nasional dan budaya daerah Indonesia harus dilestarikan oleh  para remaja dan tidak memandang sebelah mata terhadap budaya Nasional.
Berdasarkan permasalahan tersebut, kami menyarankan agar dilakukan Six Model Integrated (SEMI) yaitu melalui: (a) Peran dari orang tua dengan  memberi contoh yang baik, selalu mengembangkan character building yaitu membangun jiwa anak dengan sifat yang penuh dengan nilai-nilai budi pekerti (b) Peran sekolah sebagai rumah kedua bagi anak dalam membentuk karakter positif yaitu menciptakan kultur sekolah yang relevan dengan perkembangan psikis remaja. Misalnya, pendidikan nir-kekerasan, menghindarkan murid pada budaya mencontek, memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi serta membentuk pembelajaran yang bertanggung jawab (c) Memberikan pendidikan etika/ moral secara teoritis, pendidikan pancasila/kewarganegaraan dan agama yang memuat nilai-nilai moral yang saat ini terkesan mulai kurang diminati. (d) Kebijakan pemerintah dalam penanganan kenakalan remaja bersama semua pihak, termasuk pemerintah karena “Anak-anak memiliki generasi dan dunianya sendiri” (Kahlil Gibran) (e) Adanya seleksi yang ketat terhadap tayangan TV yang sifatnya “inspiring” dan “mendidik” dengan tujuan turut membangun karakter bangsa. (DR. Rhenald Kasali) (f) Pemerintah menyaring situs–situs yang bisa membahayakan anak muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar